Senin, 23 April 2012

Perkembangan Pemikiran Manusia Dalam Menyikapi Fenomena Alam



Perkembangan Pemikiran Manusia Dalam Menyikapi Fenomena Alam Manusia sebagai makhluk yang berpikir akan dibekali rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu inilah yang mendorong untuk mengenal, memahami, dan menjelaskan gejala-gejala alam, juga berusaha untuk memecahkan masalah atau persoalan yang dihadapi, serta berusaha untuk memahami masalah itu sendiri, ini semua menyebabkan manusia mendapatkan pengetahuan yang baik. Pengetahuan yang diperoleh mula-mula terbatas pada hasil pengamatan terhadap gejala alam yang ada, kemudian semakin bertambahnya dengan pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemikirannya, setelah manusia mampu memadukan kemampuan penalaran dengan eksperimentasi ini, maka lahirlah ilmu pengetahuan yang mantap atau bagus. Jadi, perkembangan alam pikiran manusia sampai dengan kelahiran Ilmu Pengetahuan Alam sebagai ilmu.
Dari sekian banyak ciri-ciri manusia sebagai makhluk hidup, akal budi dan kemauan keras itulah yang merupakan sifat unik manusia.Rasa ingin tahu, juga merupakan salah satu ciri khas manusia. Ia mempunyai kemampuan untuk berpikir sehingga rasa keingintahuannya tidak tetap sepanjang zaman. Karena apa? Karena manusia akan selalu bertanya apa, bagaimana dan mengapa begitu. Manusia juga mampu menggunakan pengetahuannya yang terdahulu untuk dikombinasikan dengan pengetahuan yang baru sehingga menjadi pengetahuan yang lebih baru.
Ada dua macam perkembangan alam pikiran manusia, yakni
1.     perkembangan alam pikiran manusia sejak dilahirkan sampai akhir hayatnya dan
2.     perkembangan alam pikiran manusia, sejak zaman purba hingga dewasa ini.
Sejarah Pengetahuan yang diperoleh Manusia
Perkembangan lebih lanjut dari rasa ingin tahu manusia ialah untuk memenuhi kebutuhan nonfisik atau kebutuhan alam pikirannya, untuk itu manusia mereka-reka sendiri jawabannya.
A. Comte menyatakan bahwa ada tiga tahap sejarah perkembangan manusia, yaitu tahap teologi (tahap metafisika), tahap filsafat dan tahap positif (tahap ilmu). Mitos termasuk tahap teologi atau tahap metafisika. Mitologi ialah pengetahuan tentang mitos yang merupakan kumpulan cerita-cerita mitos. Cerita mitos sendiri ditularkan lewat tari-tarian, nyanyian, wayang dan lain-lain.
Secara garis besar, mitos dibedakan atas tiga macam, yaitu
v  mitos sebenarnya, cerita rakyat dan legenda.
v  Mitos timbul akibat keterbatasan pengetahuan,
v  penalaran dan panca indera manusia serta keingintahuan manusia yang telah dipenuhi walaupun hanya sementara.
Kebanyakan kita memahami gempa sebagai ‘karya Tuhan’ yang mengandung tiga kemungkinan makna : (a) cobaan atau ujian,
(b) teguran atau peringatan, dan
 (c) azab atau hukuman. Sesaat setelah gempa meluluh-lantakkan manusia,
 biasanya ramai-rama kita mengajukan pertanyaan introspektif: Apa salah dan dosa yang sudah kita perbuat, sehingga Allah murka? Apakah penguasa, orang-orang kaya dan sistem di negeri ini yang telah kufur dari ketentuan-Nya? Atau, apakah ini hanya pertanda kasih sayang-Nya kepada kita?
Tanggapan lain, dan saya kira cukup menarik, datang dari kalangan intelektual: ahli geologi dan kegempaan. Mereka menilai bahwa gempa adalah proses alam ‘biasa’, yang dipicu oleh pergerakan lempeng bumi.  Gempa terjadi jauh sebelum manusia hadir di muka bumi ini. Sejak jutaan, atau bahkan milyaran tahun silam, gempa sudah ‘mewarnai’ hari-hari di bumi. Ia menjadi bencana manakala bersentuhan dengan manusia. Artinya, secara saintifik, gempa pada dasarnya tak ada kaitannya dengan perilaku manusia. Beda halnya dengan banjir atau longsor, yang memang bisa disebabkan oleh penggundulan hutan dan sebagainya.
Jadi, makna saintifik dalam menyikapi gempa ini kurang lebih: hendaknya manusia memahami perilaku alam dan berusaha untuk menyesuaikan diri dengannya. Terlebih bagi kita yang hidup di Indonesia, yang bagian selatan dan timur jauhnya dibatasi jalur gempa aktif.

Jadi dari fenomena alam yang terjadi  dikotomi antara sikap “ilmiah” dan “religius” dalam menyikapi bencana tidak lagi relevan, karena semuanya berujung pada satu titik: Kehendak Allah. Dan Dia sudah menuliskan segala sesuatunya di dalam Lauh Mahfud.

Sumber :
http://casdiraku.wordpress.com/2009/10/26/lauh-mahfud-jembatan-dalam-menyikapi-fenomena-gempa/